Rabu, 30 Maret 2011

Komp. Lembaga Keuangan Perbankan


Nama               :           Amelia Indah Sari
NPm                :           11208498
Kelas               :           3EA10
Tugas               :           Komp. Lembaga Keuangan Perbankan
Materi              :           LDR

LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR)

Memasuki tahun 2011 ini Bank Indonesia tampak lebih agresif menelurkan berbagai peraturan yang dimaksudkan untuk lebih mengoptimalkan peran intermediasi oleh sektor perbankan. Salah satu ketentuan tersebut adalah kewajiban bank memenuhi rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) sebesar 78%-100%. Peraturan ini diberlakukan mulai April 2011.
Bagi bank yang tidak mampu memenuhi ketentuan ini akan dikenakan penalti berupa tambahan Giro Wajib Minimum (GWM) dalam persentase tertentu untuk setiap persen kekurangan LDR yang diwajibkan.
Terhadap kebijakan baru ini, sikap dan respon perbankan cukup beragam. Bagi bank-bank yang telah memiliki LDR di atas 78% menyambut dengan gembira. Sebaliknya bagi bank-bank dengan LDR masih di bawah 78% menyambut dengan gamang. Pilihannya ada tiga, yaitu menggenjot kredit, mengerem penghimpunan dana, dan beroperasi seperti biasa dengan konsekuensi terkena sanksi atau penalti.
Perbankan sendiri dihadapkan pada situasi yang pelik. Pasalnya, penetapan LDR ini mencerminkan dua makna sekaligus. Pertama, bagi bank dengan LDR di bawah 78%, mengindikasikan bahwa bank ini memiliki tingkat likuiditas yang baik karena masih banyak dana menganggur di brankas bank (idle fund) sehingga ruang gerak untuk ekspansi kredit masih terbuka. Kedua, bagi bank dengan LDR di atas 78% mengindikasikan kondisi likuiditas bank ini sudah menurun sehingga ruang gerak ekspansi kredit sudah menipis.
Terkait dengan dua opsi yang kemungkinan bakal dilakukan bank-bank, masing-masing memiliki konsekuensi sendiri-sendiri. Opsi pertama, bank-bank akan lebih agresif menyalurkan kredit agar LDR-nya segera naik. Pilihan ini wajar dan masuk akal, namun hendaknya tetap memperhatikan aspek kehati-hatian dalam menyalurkan kredit, agar kelak tidak menciptakan kredit bermasalah (non performing loan/NPL) baru.
Opsi kedua, menekan aktivitas penghimpunan dana secara sengaja untuk menongkrak LDR. Dengan tidak agresif menyalurkan kredit, namun dibarengi dengan mengurangi porsi dana, otomatis LDR akan naik. Opsi ketiga, bank tetap tidak agresif menyalurkan kredit, namun juga tidak berusaha menekan kegiatan penghimpunan dana, sehingga LDR-nya tidak bergerak naik atau bertambah.
Langkah terakhir ini bakal berdampak pada pengenaan penalti berupa tambahan persentase tertentu atas GWM bank ini. Sebagian bank papan atas yang memiliki likuiditas besar sehingga LDR-nya masih jauh di bawah LDR minimal 78% cenderung menempuh cara ini. Bagi bank-bank ini, lebih baik terkena penalti berupa tambahan GWM, namun dana yang disetorkan ke Bank Indonesia ini masih tetap aman dan sewaktu-waktu bisa dipergunakan apabila bank membutuhkan untuk penyaluran kredit. Ini merupakan salah satu opsi yang konservatif.
Bagi bank-bank ini, ketimbang mengejar upaya pemenuhan LDR sesuai ketentuan BI dengan cara agresif menyalurkan kredit secara gegabah, namun  di kemudian hari malah menciptakan NPL baru, hal ini justru menjadi kontraproduktif bagi bank. Kenapa? Karena dengan adanya NPL baru, berarti bank wajib membentuk cadangan kredit bermasalah atau disebut dengan provisi baru yang notabene ini merupakan tambahan biaya bagi bank.
Dalam hal ini bank sentral melihat bahwa kendati terjadi pengurangan likuiditas perbankan untuk menambah GWM, namun kondisinya tetap aman. Per Maret ini LDR telah naik sekitar 77% atau 200 basis poin, sehingga menunjukkan pertumbuhan kredit yang sedikit lebih besar dibanding DPK.
Sebenarnya kondisi perbankan saat ini memang tidak sedang dihadapkan pada masalah likuiditas kendati ada penambahan GWM tersebut, karena bank-bank yang terkena peraturan itu memiliki likuiditas yang besar. Kenaikan GWM valuta asing dari 1% menjadi 5% hanya menyerap sekitar USD2,5 miliar. Sementara kalau GWM rupiah paling hanya sekitar Rp10 triliun-Rp15 triliun.
Bank Indonesia juga mengakui bahwa peningkatan LDR memang tidak bisa dilakukan secara instan. Namun, BI optimistis, bank-bank yang LDR-nya masih di bawah ketentuan akan berupaya keras untuk mendorong kreditnya. Kemungkinan LDR tersebut baru mencapai batas bawah (maksudnya 78%) pada setahun-dua tahun ke depan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar